Di abad ke-16, sejarah hanya ditulis- kan untuk merekam jejak kejayaan penguasa. Tak pelak, sebutan sejarah hanya untuk pemenang (raja) menjadi garis petunjuk bagi seluruh juru tulis dan sejarawan di berbagai belahan planet biru.
Pemahaman ini terus bergulir menembus ruang waktu hingga empat abad berlalu. Diawali gerakan antisegregasi di Amerika Serikat, revolusi sejarah terjadi. Tulisan jejak masa lalu akhirnya tak hanya menjadi wacana untuk . merekam kesuksesan penguasa, tapi media untuk menumpahkan jerit dan derita rakyat jelata, seperti kaum Afro di negara Parhan Sam.
Revolusi pemikiran ini menjadi tonggak runtuhnya keabsolutan kekuasaan. Perlahan berbagai kerajaan yang menerapkan kekuasaan monarki absolut mulai terkikis oleh revolusi sejarah. Hal yang sama terjadi hampir di seluruh negara dunia ketiga, tak terkecuali Indonesia.
Walaupun dalam siklus waktu yang relatif baru, hampir tak ada suatu kekuasaan yang absolut di negeri ini. Semua bisa dikritik, semua bisa direvisi, sesuai dengan kebutuhan rakyat.
Namun, bila menengok kenyataan olahraga di negeri ini, terutama sepak bola, pemahaman global tersebut tak berlaku.
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menjelma menjadi suatu organisasi superbodi yang memiliki kekuasaan monarki absolut bak kerajaan di awal abad ke-16.
Mau Bukti? PSSI dengan kekuasaan yang luar biasa mampu lolos dan aturan
RFA yang melarang seorang tersangka memimpin organisasi. Keinginan untuk melengserkan Ketua PSSI, Nurdin Khalid, pun pupus seiring manuver PSSI dalam Kongres Sepak Bola Nasional di Malang.
Tak cukup sampai di situ, PSSI dengan gampangnya membongkar pasang sistem kompetisi nasional, mulai dari skema liga; berubah menjadi skema kompetisi dua wilayah; dan akhirnya sistem liga super.
Bayangkan! Tim yang sudah dipastikan terdegra-dasi, bisa bertahan di divisi utama hanya dengan sebuah keputusan PSSI! Suatu yang belum pernah terjadi di liga profesional manapun.
Tak cukup sampai di situ, para pengurus PSSI-yang umumnya telah menghabiskan separuh hidupnya di organisasi itu-masih cukup percaya diri dalam mengurusi persepakbolaan nasional. Hasilnya, hampir selama 20 dekade, sepak bola Indonesia hanya bisa bermimpi meraih prestasi. Itu pun hanya mimpi di level regional, yang hanya dihuni 11 negara. Di level dunia, prestasi ibarat sebuah kemustahilan.
"Kapan kita main di piala dunia" seperti slogan yang setiap empat tahun selalu diucapkan rakyat Indonesia, yang harus ditundukkan pada kekuasaan monarki PSSI.
Apakah Indonesia mau berdiam sampai di sini? Apakah kita hanya mau membanggakan prestasi medali emas SEA Games tahun 1991 yang telah berlalu hampir 20 tahun? Tentunya tidak.
Di satu sisi, aturan badan sepak bola dunia. RFA. yang melarang intervensi di luar sepak bola, makin membuat PSSI jumawa. Tidak ada satu pun orang di negen ini.tak terkecuali presiden, mampu menyentuh kekuasaan pengurus PSSI.
Lantas apa yang bisa kita lakukan untuk mengubah semua ini? Mungkin pertanyaan ini bisa dikembalikan pada para pengurus sepak bola daerah dan juga pengurus PSSI pusat. Sudah habis rasanya kata untuk menyadarkan para petinggi PSSI bahwa mereka telah gagal.
Mungkin, rasa kepekaan sebagai warga negara yang ingin melihat tim nasionalnya berprestasi perlu ditanamkan pada pihak-pihak tersebut. Mari singkirkan egoisme kelompok, tujuan pribadi, atau motivasi di luar lapangan hijau. Tolonglah sadar, 200 juta rakyat ini ingin prestasi sepak bola dengan adanya aturan, tangan dingin, dan ide-ide segar.
Agaknya para pengurus PSSI perlu mencontoh apa yang dilakukan pengurus sepak bola di Prancis. Seusai kegagalan di Piala Dunia 2010, para petinggi FFF-Federasi Sepak Bola Prancis-ramai-ramai mengundurkan diri dari jabatannya.
Padahal, mereka telah berjasa dalam mengantar tim nasional Les Bleus meraih gelar Piala Dunia 1998, Piala Eropa 2000. dan finalis Piala Dunia 2006.
Jadi, bagaimana pengurus PSSI? Apakah kita akan kembali mendengar kata pembelaan atas hancur totalnya prestasi sepak bola nasional?
Ada baiknya pengurus PSSI menghayati pernya- taan mantan presiden Amerika, John F Kennedy. "Jangan tanyakan apa yang telah negara beri bagimu. Tapi, tanyakan apa yang telah kau beri pada negara Ini." Jadi, Apa yang telah kau beri pada negeri ini...???!
sumber :
http://bataviase.co.id/node/335456